Bahkan Ketika Kita
(Refleksi Kristen dari Nehemia 9:18-20)
Image by Jackson David from Pixabay |
“Renungan
Kristen tentang Kesetiaan Tuhan”
Nehemia 9:18-20
Bahkan, ketika mereka membuat anak lembu tuangan dan berkata:
'Inilah Allahmu yang menuntun engkau keluar dari Mesir!', dan berbuat nista
yang besar, Engkau tidak
meninggalkan mereka di padang gurun karena kasih sayang-Mu yang besar. Tiang awan tidak berpindah dari atas mereka pada siang hari untuk
memimpin mereka pada perjalanan, begitu juga tiang api pada malam hari untuk
menerangi jalan yang mereka lalui. Dan Engkau memberikan kepada mereka Roh-Mu yang baik untuk mengajar
mereka. Juga manna-Mu tidak Kautahan dari mulut mereka dan Engkau memberikan
air kepada mereka untuk melepaskan dahaga.
Biasanya kita akan setia hanya kepada orang yang juga setia dengan kita. Adalah biasa saja atau masuk akal apabila kita mengasihi seseorang yang juga mengasihi kita dengan besar. Tetapi di dalam firman Tuhan yang kita baca barusan, Allah kita mengasihi dengan cara yang sulit untuk diterima dengan akal sehat.
Kesetiaan Allah kepada kita tidak sama sekali tergantung dari kesetiaan kita kepada Allah.
Dalam ayat 18 tadi dikatakan
bahwa Allah kita tetap terus mengasihi “BAHKAN, ketika …” orang Israel berlaku
tidak setia dan membuat berhala.
Sampai hari ini, saya percaya
bahwa Allah kita tidak pernah berubah. IA
tetap mengasihi kita “Bahkan, ketika …”.
Ketika kita tidak setia dengan
DIA, Allah tetap setia kepada kita.
Ketika kita gagal mematuhi
perintah-Nya dan memilih jalan kita sendiri, IA tetap mengasihi kita dan
menarik kita kembali kepada-Nya.
Saya pikir setiap kita bisa menambahkan
pengalaman pribadi kita masing-masing, bagaimana Allah tetap mengasihi kita,
BAHKAN ketika kita … .
Mengapa bisa demikian?
Karena Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8).
Kasih Allah
tidaklah pernah tergantung akan kasih kita kepada-Nya Karena begitu Allah berjanji akan tetap
setia, tidak meninggalkan, terus memelihara – IA selalu menepati janji-Nya.
Oleh karena itu, hai setiap
kita anak-anak-Nya. Jangan pernah ragu
untuk kembali kepada Allah yang penuh kasih.
Tarikan untuk kembali kepada-Nya berasal dari DIA.
Sementara suara yang meminta, mendorong, menasehati kita untuk menjauh dari Allah? Tidak pernah berasal dari diri-Nya.
Maka, kembalilah. Bahkan ketika kita sudah terlalu jauh, kita bisa tetap kembali.
IA menerima kita
kembali seperti seorang Bapa menerima anaknya yang hilang kembali ke dalam
rumah.
Refleksi Kristen lainnya dapat ditemukan DI SINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar