Mengasihi Para Hamba Tuhan
(Refleksi dari Nehemia 12:1-47)
"Mengasihi para hamba Tuhan" |
Topik ini cukup sensitif. Apalagi
saya sendiri adalah seorang hamba Tuhan.
Ada saja hamba Tuhan yang kadang lupa bahwa dia dulu sebelum menyerahkan
diri menjadi hamba Tuhan dan bahkan sekarang setelah ditetapkan sebagai hamba
Tuhan – selalu adalah tetap merupakan jemaat Tuhan juga.
Maka saya berusaha menulis ini dari perspektif sebagai jemaat biasa.
Karena Nehemia 12 ini terlalu menarik untuk
saya tidak tuliskan. Terbagi dalam 3
bagian besar, yaitu:
- Siapa mereka (ay. 1-26) ?
- Pelayanan seperti apa yang mereka lakukan (ay. 27-43) ?
- Darimana jaminan hidup mereka (ay. 44-47) ?
Saya masih terus yakin bahwa ada banyak hamba Tuhan yang terus melayani
dengan setia dan tulus hati. Meskipun
budaya keterbukaan informasi saat ini telah membuka fakta bahwa ada saja hamba-hamba
Tuhan yang melayani untuk kepentingan mereka sendiri.
Itu tidaklah mengherankan juga, karena sejak zaman perjanjian lama sudah
pernah terjadi dan saya pikir akan terus terjadi sampai kepada akhir zaman. Ada saja gembala-gembala, atau hamba-hamba
Tuhan yang “menggembalakan dirinya sendiri” dan mengambil keuntungan pribadi
dari jemaatnya (Lihat: Yehezkiel 43).
Namun sekali lagi, ada banyak juga hamba Tuhan yang melayani dengan setia dan tulus hati.
Bagaimanakah kita
mengasihi mereka? Karena bukankah mereka
juga manusia biasa?
#1 Menghargai Para Hamba Tuhan
Setiap pelayanan terbaik yang diberikan oleh para hamba Tuhan yang setia
dan tulus hati selalu harus mengorbankan sesuatu.
Waktu adalah salah satunya.
Persiapan pelayanan itu menghabiskan sangat banyak waktu jika dilakukan
dengan tekun dan setia. Saya percaya perayaan
pentahbisan tembok Yerusalem itu menghabiskan banyak waktu untuk mempersiapkan
dan melaksanakannya.
Setiap bagian harus mempersiapkan diri dengan persiapan dan latihan
maksimal. Tidak mungkin tiba-tiba datang
tampil melayani. Apalagi dalam ayat 27-43
dikatakan mengenai ada paduan suara, ada para penyanyi, ada pemusik, ada para
pemimpin, dan sebagainya.
Itu semua dilakukan untuk sebuah acara saja? Apa gunanya?
Mungkin mirip dengan apa yang gereja-gereja lakukan pada masa kini untuk
mempersiapkan ibadah perayaan paskah atau Natal. Latihan berbulan-bulan. Rapat persiapan. Koordinasi antar departemen pelayanan.
Untuk apa semua itu dilakukan?
Hanya untuk sebuah acara?
Tentu tidak. Melainkan agar
setiap jemaat dapat mendapatkan makna rohani maksimal dari perayaan yang
dilaksanakan tersebut.
Yaitu mengenai:
- Kehadiran Tuhan.
- Kebaikan Tuhan.
- Kesetiaan Tuhan.
- Penerimaan Tuhan.
- Pengampunan-Nya.
Entah itu di dalam perayaan, ataupun konseling, ataupun ibadah minggu,
ataupun komsel, ataupun lainnya; semua itu menghabiskan waktu dan daya yang
tidak sedikit.
Waktu yang bisa saja mereka putuskan untuk mereka habiskan secara egois
untuk kepentingan mereka sendiri. Tetapi
tidak mereka lakukan, karena kasih mereka kepada Allah dan jemaat-Nya.
Para hamba Tuhan mengorbankan waktu dan banyak hal-hal lainnya yang tidak pernah para hamba Tuhan perhitungkan untuk diketahui oleh banyak orang.
Bagaimana kita menghargai mereka?
Judul dari perikop ayat 1-26 adalah “DAFTAR
para imam dan orang-orang lewi”.
Judul perikop “DAFTAR” inilah yang dapat
menginspirasi kita bagaimana kita menghargai pelayanan setiap hamba Tuhan kita.
Yaitu: Sebutkan nama-nama mereka.
- Dalam ucapan terima kasih kita.
- Dalam doa kita.
- Dalam sapaan yang menunjukkan sikap menghormati.
Apakah kita sering mengucapkan terima kasih kepada para hamba Tuhan
untuk pelayanan mereka?
Apakah kita sering mendoakan mereka, istri mereka, anak-anak mereka?
Apakah kita memanggil mereka dengan sapaan yang menghormati?
#2 Mendukung Para Hamba Tuhan
Bagi beberapa orang agak sulit menerima kebenaran ini: hamba Tuhan itu manusia biasa juga.
Saya tidak sekedar berbicara bahwa mereka bisa berbuat salah juga. Tetapi mengenai kebutuhan mereka sebagai
manusia.
Tidak semua orang mau dan bisa untuk menjadi hamba Tuhan, sama kasusnya
seperti tidak semua orang bisa dan mau untuk menjadi dokter, atau guru, atau
pedagang, atau tukang listrik, dan lain sebagainya.
Namun setiap orang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Bahkan bagi hamba Tuhan mereka seringkali WAJIB untuk memikirkan kecukupan kebutuhan hidup jemaat yang mereka layani juga.
Dan adalah tidak sehat bagi hamba Tuhan maupun keluarga mereka, kalau
mereka harus mengorbankan kebutuhan dasar hidup
mereka “demi pelayanan”.
Saya pernah mendengar tentang keluarga hamba Tuhan yang hancur, karena anak-anak
merasa ayah mereka yang adalah seorang hamba Tuhan lebih memikirkan kecukupan makanan
orang lain dibandingkan kecukupan rumah mereka sendiri.
Saya pikir kita harus menyadari bahwa “keluarga pendeta” tidak berarti
bahwa semua orang di dalam rumah itu adalah pendeta. Anak-anaknya bukan, istrinya bukan,
orangtuanya si pendeta bukan. Terkadang
ada salah pengertian di sana.
Ada kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dapat dipenuhi di sana. Dan ayat 44-47 sebenarnya hanya menegakkan kembali
apa yang firman Tuhan sudah tetapkan, bahwa para hamba Tuhan mendapatkan jaminan
hidup mereka dari pelayanan.
Melalui
persembahan-persembahan kita.
Sekali lagi saya katakan kecurigaan kita boleh saja menjadi alasan untuk
kita mengawasi keuangan gereja, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk kita
tidak menaati perintah-perintah Tuhan mengenai pemberiaan-pemberian kita yang
memang seharusnya kepada Tuhan.
Apalagi, ada kaitan erat antara pemulihan kerohanian kita dengan sikap
kita terhadap Rumah Allah.
(Lihat: Pemulihan Rohani dan Rumah Allah)
Saya tahu bahwa ada gereja-gereja yang gagal mengelola penggunaan uang
persembahan mereka secara benar. Tetapi,
sekali lagi, tidak semua gereja itu sama.
Dan selalu ada gereja yang mengelola persembahan mereka dengan integritas,
transparant, dan bertanggung jawab.
Gereja tempat anda berjemaat kemungkinan besar adalah salah satunya.
Setialah memberi persembahan.
Karena itu merupakan bentuk dukungan dan kasih kita kepada para hamba
Tuhan – DAN KELUARGA MEREKA.
Sedih sekali setiap kali mendengar kisah tentang hamba Tuhan yang “rajin
keluar melayani” untuk menambal kekurangan kebutuhan hidup keluarganya.
Mari kita dukung mereka agar mereka bisa dengan fokus dan setia melayani
Tuhan.
Mari kita dukung mereka untuk melayani dari kecukupan, dan tanpa
kekuatiran soal kebutuhan.
Kita dukung mereka “rajin keluar pelayanan” untuk memberkati, bukan
untuk mencari-cari kebutuhan.
-------------------------------------------
Temukan kumpulan rekfleksi Kristen lainnya DI SINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar