Memelihara Kesetiaan kepada Allah
(Refleksi dari Nehemia 13:1-31)
“Renungan Kristen tentang Kesetiaan
kepada Tuhan”
Hal ini mungkin mengejutkan bagi beberapa orang, mungkin juga tidak
mengejutkan bagi beberapa yang lain.
Bahwa kesetiaan kita kepada seseorang itu haruslah dipelihara.
Ibaratnya sama seperti sebuah pipa air yang setiap hari setia untuk
mengirimkan air kepada kita dari sumbernya.
Adalah keliru kalau berpikir bahwa begitu pipa selesai di pasang, maka
selesailah sudah pekerjaan, air akan selalu datang kepada kita setiap hari
dengan setia.
Ternyata kalau pipa-pipa tersebut tidak dipelihara, baik terhadap pipa
itu sendiri maupun kualitas air yang dikirim dari pipa-pipa tersebut, maka
suatu waktu pasti akan muncul masalah pada instalasi pipa tersebut.
Kita perlu setia memelihara agar mendapatkan hasil baik yang juga setia menghampiri kita.
Dalam kisah Nehemia ini, setelah ia selesai melakukan kegerakan
pemulihan rohani pada zaman pemerintahannya sebagai gubernur selama 12 tahun;
Nehemia ternyata harus kembali dulu ke Susan dan meninggalkan Yerusalem.
Betapa terkejutnya ketika ia kembali lagi ke Yerusalem beberapa waktu
setelahnya, Nehemia mendapati bahwa kesetiaan bangsa Israel yang tinggal di
Yerusalem kembali sedikit demi sedikit memudar.
Kemudian Nehemia, melakukan langkah-langkah berikut untuk kembali
mengajak jemaat di Yerusalem memelihara kesetiaan mereka kepada Tuhan:
# Terus Erat dengan Firman Tuhan
Kekristenan tidaklah sekedar sebuah agama, melainkan sebuah relasi yang
erat dengan Allah. Oleh karena itu, kita
punya keistimewaan memanggil Allah sebagai Bapa (1 Timotius 1:2), bahkan juga Sahabat
(Yohanes 15:15)
Di dalam sebuah relasi, komunikasi dikatakan sebagai kunci dari sebuah
hubungan yang sehat. Jika tidak ada
komunikasi, maka pasti perlahan sebuah hubungan akan menjadi renggang bahkan
terputus. Kesetiaan dapat tergoncang
ketika komunikasi terputus.
Oleh karena itu, penting dalam menjaga relasi kita dengan Tuhan terus
dalam kesetiaan dengan cara terus membangun komunikasi kita dengan Tuhan
melalui membaca firman Tuhan dan doa.
Berdoa saja tidak cukup, karena itu sebagian besar akan menjadi
komunikasi kita satu arah dengan Tuhan.
Sementara melalui pembacaan firman Tuhan, kita dapat mendengarkan Tuhan
berbicara kepada kita juga.
Namun, rajin membaca firman Tuhan saja tidak cukup. Bahkan sekedar rajin menghafal firman Tuhan
tidak akan memberikan dampak apa-apa dalam kehidupan kita. Yang paling penting adalah kita harus
melakukan apa yang firman Tuhan sudah katakan kepada kita.
Jangan menunda-nunda melakukan firman Tuhan. Itulah yang dilakukan oleh
penduduk Israel ketika mendengarkan firman Allah ketika mereka sudah mengerti
bahwa orang Amon dan orang Moab tidak boleh masuk jemaah Allah untuk selamanya
(Nehemia 13:1-3). Mereka langsung
melakukan langkah pelaksanaannya.
Kita harus menjadi orang-orang yang setia mendengar dan melakukan firman Tuhan. Menjadi pelaku firman Tuhan, dan bukan sekedar pendengar saja.
# Jangan Berkompromi
Begitu tahu kebenaran firman Tuhan, Orang Israel pada masa kepemimpinan Nehemia
ini tidak mencoba mengkompromikan firman Tuhan.
Demikian juga dengan kita, tidak seharusnya kita berkompromi dengan
firman Tuhan. Barulah kesetiaan kita
kepada Tuhan tetap bisa terjaga.
Salah satu penyebab paling sering yang menyebabkan kita melakukan kompromi adalah akibat dari pergaulan yang salah. Kita salah memilih teman.
Bukannya mengarahkan kita kepada kebaikan,
kita malah bisa ditarik kepada kebiasaan berdosa. Bukannya mendekatkan kita kepada Tuhan, malah
semakin menjauhkan kita dari Tuhan.
Itulah yang dilakukan oleh Imam Elyasib (ay. 4). Ia memilih untuk memiliki hubungan erat
dengan Tobia, dan malah mengakibatkan dia dan orang-orang Israel yang ia pimpin
memiliki relasi dengan Allah yang menjauh.
Apa yang Elyasib lakukan ini, mungkin juga untuk keuntungannya
sendiri. Namun ia tidak menyadari bahwa
apa yang ia lakukan tidak hanya berakibat buruk kepada dirinya sendiri,
melainkan kacaunya jalannya pelayanan di Bait Allah.
Itu juga yang seringkali kita pikirkan ketika berkompromi mengenai
hal-hal yang kita anggap sepele. Seperti
contohnya menunda untuk beribadah atau memberi persembahan, ataupun hal lainnya
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita pikir
itu tidak apa-apa, hanya hal kecil, hanya sesekali. Namun ternyata bisa berdampak besar terhadap
kehidupan kita dan orang-orang di sekitar kita.
Nehemia pun tidak mau melakukan kompromi. Meskipun terhadap seorang imam besar, firman
Allah harus dilakukan dengan setia. Ketika
Nehemia mengetahui bahwa cucu dari Imam Besar Elyasib juga menikah dengan orang
asing, maka ia mengusirnya (ay. 28).
Nehemia tidak pandang bulu. Ia
menegakkan hukum Allah untuk semua orang.
Entah orang berpengaruh atau tidak.
Entah miskin ataupun kaya.
Entah jemaat Allah atau imam besar, mereka semua harus belajar dari
kesalahan raja Salomo dalam menaati perintah Tuhan (ay. 23-28). Bahwa pergaulan buruk akan merusak kebiasaan
yang baik, termasuk mengakibatkan rusaknya relasi yang erat dengan Allah yang benar.
# Setia pada Sabat
Dalam pembaharuan rohani yang Nehemia mulai dengan pengakuan dosa dalam
Nehemia 9, salah satunya orang Israel mengakui dosa-dosa mereka yang salah
satunya adalah tidak lagi mengindahkan hari sabat. Selama pemerintahan Nehemia sebagai bupati,
mereka mulai kembali melaksanakan sabat.
Sayangnya, ketika Nehemia harus pergi kembali ke Susan untuk beberapa
waktu dan juga karena akibat kacau dan terlantarnya pelayanan di Bait Allah;
maka orang-orang Israel kembali tidak mengindahkan perintah mengenai hari
Sabat.
Mereka kembali bekerja pada hari sabat, juga berdagang, bahkan
orang-orang luar berdagang di dalam Yerusalem (ay. 15-22). Maka Nehemia menjadi marah besar kepada
mereka semua.
Mengapa Sabat penting? Bahkan tampak sangat penting?
Jelas bahwa menguduskan hari sabat adalah salah-satu dari 10 perintah
Allah. Dan kesepuluh perintah itu masing-masing
bernilai yang sama. Tidak ada perintah
yang lebih rendah dibandingkan yang lain.
Perintah ini Allah berikan kepada orang Israel agar mereka mengingat
untuk mengutamakan relasi dengan Tuhan dan menunjukkan kasih kepada Tuhan
melalui ketaatan kepada perintah-perintah-Nya.
Hari terakhir setiap minggu diperintahkan Tuhan kepada kita agar setia
pada teladan Allah sendiri yang menciptakan langit dan bumi beserta semua isinya
selama 6 hari dan Allah sendiri berhenti pada hari ketujuh.
Ketika kita meneladani-Nya, kita menjadi berbeda, “dikuduskan atau dipisahkan” sebagai umat Allah. Waktu yang ada digunakan untuk beribadah dan beristirahat.
Ini merupakan sebuah tindakan iman dan pernyataan iman. Bahwa kita percaya Allah lah yang memelihara
hidup kita, bukan pekerjaan kita.
Bahwa relasi kita dengan Tuhan haruslah menjadi suatu harta yang kita
jaga dengan setia.
Kesetiaan kepada sabat sebenarnya adalah cara paling sederhana untuk
melakukan tindakan iman yang nyata bagi setiap orang percaya. Menyatakan iman dan kesetiaan kita kepada
Tuhan.
-------------------------------------------
Refleksi sebelumnya dari Nehemia 12 dapat di baca DI SINI.
Refleksi kristen lainnya banyak dapat ditemukan DI SINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar