Memelihara Setelah Membangun
(Refleksi Kristen dari Nehemia 7:1-3)
By: Congerdesign (from: Pixaby) |
“Renungan Kristen tentang kepemimpinan”
---------------------------------
Banyak orang berhasil memulai, namun sedikit yang berhasil
menyelesaikan.
Lebih sedikit lagi orang yang setelah menyelesaikan, kemudian terus memelihara
apa yang ia sudah bangun.
Seringkali manusia hanya suka memulai dan membangun, kemudian menjadi bangga
dengan apa yang ia sudah pernah mulai atau bangun. Padahal ketika pemeliharaan
tidak dilakukan, maka semuanya dapat menjadi sia-sia belaka.
Maka apa yang dilakukan oleh Nehemia setelah ia selesai membangun tembok, dapat
menjadi teladan bagi kita.
Apa yang perlu kita lakukan setelah selesai membangun?
Entah itu membangun bisnis, atau membangun hubungan, atau kerohanian, ataupun hal-hal lainnya.
#1 Terus Melakukan Pengawasan
Setelah selesai membangun sesuatu, bukan berarti pekerjaan kita sudah selesai. Sesungguhnya pekerjaan kita hanya memasuki sebuah fase atau tahapan yang baru.
Karena jika kita gagal untuk melakukan pengawasan, maka apa yang kita sudah bangun tidak akan bisa dipelihara untuk dapat bertahan lama.
Kita perlu tetap mengawasinya, baik itu benda fisiknya, ataupun orangnya, ataupun sistemnya, atau kualitas nya harus tetap terjaga baik.
Dalam kasus Nehemia, yang ia perlu awasi adalah agar fungsi dari tembok itu harus berfungsi maksimal (ay. 1).
Apa gunanya ada tembok, ada pintu-pintu gerbang yang berfungsi untuk menjaga keamanan kota; jika misalnya pintu-pintu gerbang dibiarkan terus terbuka atau terus tertutup tanpa ada kejelasan kapan gerbang harus terbuka, atau kapan harus tertutup.
#2 Memiliki Orang yang Dapat Dipercaya
Tentu kita tidak bisa mengawasi sesuatu selamanya. Ada waktunya kita perlu membagi tugas atau memberikan wewenang akan sesuatu kepada orang lain. Hal ini berguna untuk kesehatan kita secara pribadi, dan juga untuk orang lain yang di bawah kepemimpinan kita bisa berkembang.
Namun tentu tidak boleh diberikan kepada sembarangan
orang. Jika kita salah memberikan kepercayaan, maka apa yang sudah baik dapat
menjadi hancur.
Tetapi apabila kita berhasil memberikan kepercayaan kepada orang yang tepat,
maka apa yang sudah baik kita bangun, dapat menjadi semakin lebih baik.
Maka kita perlu kriteria khusus untuk memilih orang yang bisa kita
percaya.
Dan belajar dari Nehemia, ini saran saya: karakter nomor satu, skill nomor dua.
Skill yang belum dikuasai bisa dipelajari, namun
karakter yang buruk sulit diperbaiki.
Maka ketika Nehemia memilih pengawas atas kota Yerusalem, ia memilih orang
berdasarkan kriteria: “harus seseorang yang takut akan Allah”.
Bahkan Nehemia memilih orang yang terbaik dari yang
terbaik, bukan berdasarkan siapa yang paling pintar atau paling berkemampuan.
Melainkan, Nehemia mencari dan memilih berdasarkan, “siapa yang paling takut
akan Allah lebih dari yang lain”.
Saya merindukan bahwa orang-orang Kristen dapat terus dipercaya untuk memegang
posisi-posisi penting di dalam pemerintahan atau pekerjaan, karena kita dipilih
berdasarkan karakter kita adalah yang terbaik dari yang terbaik. Karena kita
“takut akan Allah lebih dari yang lain”.
Nehemia memilih saudaranya sendiri, yaitu Hanani (ay. 2). Ini bukan soal nepotisme. Ini bukan hal yang mutlak harus dilakukan, hanya karena Nehemia melakukannya.
Terkadang keluarga memang lebih bisa dipercaya. Tetapi ada juga yang punya pengalaman sebaliknya – keluarga malah lebih mengkhianati dan merugikan.
#3 Memberi Arahan yang Jelas
Seringkali orang yang kita pilih untuk diberikan wewenang melakukan pekerjaan tertentu, bukan gagal karena mereka tidak mampu. Ataupun bukan gagal karena mereka tidak bisa dipercaya.
Seringkali juga mereka gagal karena mereka tidak mendapatkan arahan yang jelas dari pemimpin mereka.
Inilah yang dilakukan Nehemia berikutnya. Setelah ia menentukan pengawas, memberikan wewenang dan kepercayaan, Nehemia memberikan perintah dan arahan yang jelas (ay. 3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar