Kepemimpinan yang Berani
(Refleksi Kristen dari Nehemia 5:1-13)
Photo by Miguel Á. Padriñán from Pexels |
"Renungan Kristen tentang Kepemimpinan"
Salah satu karakteristik yang dirindukan ada di dalam seorang pemimpin adalah berbelas kasihan dan berkeadilan. Namun tidak ada gunanya juga kalau pemimpin tersebut bukanlah seseorang yang berani bertindak.
Inilah karakter-karakter yang dimiliki oleh Nehemia, sebagai seorang pemimpin yang berani. Yaitu:
# Berani Marah
Nehemia tidak saja dikatakan marah,
melainkan “sangat marah” (ay. 5).
Tidak banyak pemimpin yang
sebenarnya berani untuk marah. Banyak juga pemimpin yang hanya mau mencari aman.
Mau berusaha menyenangkan semua orang, dan selalu memasang wajah tersenyum.
Mengucapkan kata-kata lembut dan manis ketika mendengar sebuah berita yang
mengecewakan.
Tetapi saya pribadi percaya, berani untuk marah adalah sebuah karakter yang penting ada di dalam diri seorang pemimpin.
Namun tentu bukan untuk marah-marah
tidak jelas, atau karena hal-hal sepele. Bukan marah karena merasa tidak
dihormati oleh orang lain. Melainkan marah karena mendengar ketidak-adilan dan
ketidak-benaran di bawah kepemimpinannya.
Sama seperti Nehemia. Ia marah
ketika mendengar ketidak-adilan terjadi di tengah-tengah upaya pemulihan
negeri. Ia marah karena tidak ada rasanya persaudaraan yang lebih lagi timbul
di situasi yang sulit.
Nehemia marah karena para pemimpin
dan orang-orang kaya bukannya menunjukkan kemurahan dan belas kasihan di tengah
situasi sulit, melainkan malah mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.
Namun kemarahan Nehemia tidak
sembrono (ay. 6). Nehemia tidak sekedar marah-marah, lalu menghukum orang-orang
di dalam kekuasaannya. Ia berpikir pelan-pelan, berpikir matang, mengumpulkan
data, menyusun rencana, dan melaksanakannya secara nyata.
Inilah point penting berikutnya dari berani marah. Jangan hanya sekedar marah. Tetapi marahlah yang produktif. Marah yang menghasilkan sebuah kemajuan dan kebaikan.
# Berani Mengoreksi Diri
Nehemia juga tidak tinggi hati
untuk melakukan koreksi diri (ay. 11). Ia sadar bahwa ada juga bagian yang
menjadi kesalahannya, walau mungkin tidak secara langsung atau ia sendiri tidak
menyadarinya.
Kadang-kadang aktivitas atau
tindakan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, atau bahkan turun temurun, tidak
disadari seorang pemimpin sebagai sebuah tindakan yang salah.
Sebagai contoh: perbudakan atau
rasialis. Mungkin karena tidak pernah diajarkan oleh orang-orang terdekat bahwa
itu salah. Atau bahkan sebaliknya, dipertontonkan dan dicontohkan oleh
orang-orang terdekat kita. Kita menjadi berpikir bahwa perbudakan atau merasa
ras kita lebih tinggi dibanding ras lainnya, atau menilai bahwa ras tertentu
lebih rendah dibandingkan ras kita sendiri, adalah sebuah tindakan atau
kebiasaan yang “biasa” saja.
Seringkali kita memang membutuhkan orang lain untuk memberitahu kita apa yang salah.
Oleh karena itulah, dalam diri
seorang pemimpin, rasa keadilan dan berbelas kasihan hanya bisa berguna jika
pemimpin tersebut memiliki hati yang terbuka dan mau menerima masukan bahkan
kritik.
# Berani Memimpin Perubahan
Nehemia memberi kita teladan bahwa
perubahan sebaiknya dimulai dari hal kecil menuju ke hal yang besar.
Dimulai dari mengajak menghapuskan
hutang, berlanjut ke mengajak mengembalikan uang saudara-saudara mereka,
terakhir ke soal yang besar: mengembalikan tanah mereka.
Nehemia tidak hanya mengajak atau memerintah orang lain, ia sendiri melakukannya. Ia memimpin dengan memberi contoh (ay. 10).
Nehemia berani memimpin perubahan,
yang ia sadari memiliki konsekuensi. Yaitu ia bisa saja kehilangan pengikut.
Bisa saja ia kehilangan muka apabila ada orang-orang yang tidak mau mengikuti
ajakan atau arahannya (ay. 13).
Namun Nehemia tetap memimpin dengan berani. Meskipun dengan segala konsekuensinya.
---------------------
Refleksi sebelumnya dari Nehemia 4,
baca di sini.
Refleksi Kristen lainnya, temukan di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar